728x90 AdSpace

recentcomments
  • Latest News

    Monday, June 16, 2025

    Pangentan Mantan Raja Iran Reza Pahlavy

    WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Putra mahkota Iran, Reza Pahlavi, menjadi sorotan tersendiri dalam perang Israel-Iran karena mengajak pasukan keamanan Iran memisahkan diri dari pemerintahan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

    Anak dari raja terakhir Iran, Mohammad Reza Shah Pahlavi, itu menyalahkan Khamenei atas keterlibatan Iran dalam perang, yang menurutnya bukan untuk kepentingan rakyat.


    Adapun perang Israel-Iran pecah sejak Jumat (13/6/2025). Hingga hari ketiga, jumlah korban tewas di Iran 128, sedangkan di Israel 13 orang.


    Lantas, siapa Reza Pahlavi dan kenapa dia mengajak militer, polisi, dan pasukan keamanan memberontak melawan Khamenei?


    Profil Reza Pahlavi

    Reza Pahlavi adalah pewaris takhta dari monarki pro-Barat Iran yang tumbang akibat Revolusi 1979. Sejak itu, ia hidup di pengasingan dekat Washington DC, Amerika Serikat (AS).

    Menurut situs web rezapahlavi.org, Reza Pahlavi lahir di Iran pada 31 Oktober 1960, usianya kini 64 tahun.


    Pahlavi menghabiskan hampir seluruh masa dewasanya di pengasingan. Selama lebih dari 45 tahun, ia tidak pernah kembali ke tanah airnya.

    Istrinya, Yasmine, pun demikian. Ketiga putri mereka bahkan belum pernah menginjakkan kaki di Iran, menurut laporan New York Post.


    Sang putra mahkota meninggalkan Iran pada usia 17 tahun untuk bersekolah militer di Amerika Serikat (AS), beberapa saat sebelum ayahnya turun takhta pada 16 Januari 1979 karena sakit kanker.

    Turunnya Shah membuka jalan bagi Ayatollah Ruhollah Khomeini untuk mendirikan Republik di Iran, konsep yang hingga kini masih diusung dengan sistem teokrasi konservatif.


    Meski berasal dari dinasti monarki, Pahlavi menyatakan dirinya tidak mengejar restorasi kerajaan.

    Ia lebih memilih menggunakan namanya untuk mendukung gerakan demokrasi yang bersifat sekuler di Iran.

    “Saya tidak mencalonkan diri untuk jabatan apa pun. Peran saya adalah memastikan terbentuknya pemerintahan sementara yang bisa menggelar pemilu dan menyerahkan keputusan akhir kepada rakyat Iran,” ungkapnya.


    Di bawah kekuasaan mendiang Mohammad Reza Shah Pahlavi, Iran pernah menjadi sekutu Israel.

    Kini, Putra Mahkota Reza Pahlavi juga dikenal memiliki hubungan baik dengan negara tersebut. Ia bahkan sempat melakukan kunjungan ke Israel dua tahun lalu.

    Komunitas diaspora Iran pro-monarki, yang kerap mengibarkan bendera kekaisaran Iran, juga menunjukkan dukungan terhadap Israel dalam berbagai aksi unjuk rasa. Salah satunya terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.


    Kenapa Reza Pahlavi melawan rezim Iran?

    Sejak di pengasingan, Reza Pahlavi konsisten menyerukan perubahan. Ia mengadopsi filosofi non-kekerasan ala Martin Luther King Jr dan Mahatma Gandhi untuk memperjuangkan demokrasi sekuler di Iran.

    "Lihat saja Dubai 40 tahun lalu dan sekarang. Iran seharusnya bisa menjadi seperti Jepang, bukan justru menyerupai Korea Utara,” ujar Reza dalam wawancara dengan NY Post (13/4/2024).


    Pernyataannya itu disampaikan di tengah meningkatnya ketegangan Timur Tengah, termasuk perang Hamas-Israel. Iran bahkan disebut menyelundupkan senjata ke Tepi Barat.

    “Kita seharusnya berinvestasi pada rakyat Iran, bukan terus memberi dana pada rezim yang justru menggunakannya untuk mendanai proksi mereka,” ucapnya.


    Di tengah konflik Iran dan Israel yang semakin memanas, Pahlavi membayangkan skenario pasca-Ayatollah, yaitu terbentuknya “Perjanjian Cyrus” antara Iran dan Israel.


    Konsep ini serupa dengan Perjanjian Abraham yang mendamaikan Israel dengan negara-negara Teluk.

    “Bayangkan jika Iran, Israel, Arab Saudi, dan UEA (Uni Emirat Arab) mengalihkan anggaran pertahanan mereka ke bidang pendidikan dan kesehatan,” katanya. Ia pun membayangkan aliansi seperti NATO yang memajukan perdamaian di kawasan.

    Namun, realitas di lapangan masih jauh panggang dari api


    Pahlavi lalu mengusulkan dua strategi utama: tekanan maksimum terhadap para pejabat Iran melalui sanksi dan labelisasi IRGC (Garda Revolusi Iran); serta dukungan maksimum untuk rakyat Iran yang berkali-kali bangkit melawan, mulai dari gelombang protes 2009, demonstrasi air dan ekonomi pada 2017-2019, hingga demo besar pada 2022 setelah kematian Mahsa Amini.

    Namun, seperti protes-protes sebelumnya, gerakan ini dipadamkan dengan kekerasan. Lebih dari 537 demonstran tewas, dan lebih dari 20.000 orang ditangkap. Tahun 2023 menjadi yang terburuk dengan 853 eksekusi, tertinggi sejak 2015.


    Disebut figur populer di dalam negeri

    Meski dikritik sebagai anak dari penguasa otoriter yang digulingkan, survei terbaru yang dikutip New York Post dari Empirical Research and Forecasting Institute pada 2024 menunjukkan, 79,9 persen warga Iran lebih memilih Reza Pahlavi sebagai pemimpin, dibandingkan tokoh oposisi lainnya maupun pemimpin saat ini.


    Tren sekularisasi juga meningkat. Survei pemerintah yang bocor ke BBC Persian menunjukkan dukungan terhadap pemisahan aturan agama dan negara meningkat dari 31 persen pada 2015, menjadi 74 persen.

    Menurut Saeed Ghasseminejad dari Foundation for Defense of Democracies, Reza Pahlavi dianggap sebagai simbol nasionalisme yang kini menjadi satu-satunya alternatif efektif terhadap gerakan radikal.

    “Karena nama, latar belakang, dan posisinya, Reza dianggap sebagai pemimpin alami dalam gerakan pemulihan identitas nasional Iran,” ujarnya.

    Next
    This is the most recent post.
    Older Post
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Pangentan Mantan Raja Iran Reza Pahlavy Rating: 5 Reviewed By: Jass
    Scroll to Top